Pengunjuk rasa Sudan mendirikan penghalang jalan dadakan dari batu dan ban untuk hari ketujuh pada hari Rabu, ketika pemimpin militer Abdel Fattah Al-Burhan memecat anggota sipil terakhir di negara itu dari dewan eksekutif.
Burhan, yang merebut kekuasaan dalam kudeta Oktober, telah berjanji untuk "menciptakan tempat" bagi organisasi sipil untuk membentuk pemerintahan transisi baru setelah membubarkan Dewan Berdaulat yang berkuasa, yang dipimpinnya. Anggota dewan menyatakan bahwa mereka tidak menerima komunikasi formal dan tercengang mengetahui bahwa kendaraan resmi mereka telah dibawa pergi.
Pemerintahan transisi yang digulingkan oleh Burhan tahun lalu dibentuk pada 2019 oleh faksi militer dan sipil sebagai tanggapan atas protes luas yang mendorong tentara untuk menggulingkan diktator Omar Bashir.
Langkah terbaru Burhan, menurut aliansi sipil terbesar Sudan, Forces for Freedom and Change, adalah "lelucon besar" dan "retret taktis." Para pengunjuk rasa kembali ke jalan-jalan Khartoum pada hari Rabu, menyerukan "tekanan publik yang berkelanjutan."
Menurut para juru kampanye demokrasi, pemimpin tentara telah melakukan langkah serupa di masa lalu. Burhan mencapai kesepakatan dengan Abdalla Hamdok, perdana menteri yang telah digulingkannya dalam kudeta dan ditempatkan di bawah tahanan rumah, pada November, mengembalikannya ke tampuk kekuasaan.
Namun, banyak orang menolak perjanjian itu dan kembali ke jalan-jalan, dan Hamdok mengundurkan diri pada Januari, memperingatkan bahwa Sudan "mencapai titik balik berbahaya yang mengancam kelangsungan hidupnya."
Sumber: Arab News