Jakarta – Menurut juru bicara Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, sembilan kasus hepatitis akut di Indonesia digolongkan sebagai "tertunda" di bawah pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Saat ini, sembilan kasus tersebut, sesuai kriteria WHO, digolongkan sebagai pending karena kami masih menunggu hasil pemeriksaan hepatitis E," kata Tarmizi dalam webinar bertajuk "Lindungi Anak dari Hepatitis Akut".
Sembilan kasus itu digolongkan sebagai tertunda karena pemerintah Indonesia masih mengharapkan hasil pengujian hepatitis E lebih lanjut pada tersangka yang diuji.
Virus lain yang dapat menyebabkan hepatitis akut, termasuk gejala parah yang dialami oleh pasien, masih dipelajari dan diamati oleh pemerintah dan WHO.
"Kami hanya harus menunggu. Kami mungkin akan mendapatkan hasilnya paling lama tujuh hari ke depan," jelasnya.
Tarmizi menyatakan bahwa saat ini ada 18 tersangka hepatitis akut dengan gejala berat di Indonesia, yang semuanya diketahui tidak memiliki hepatitis A, B, C, atau D.
Sementara itu, tujuh tersangka tambahan telah dibersihkan dari hepatitis akut, sementara dua lainnya sedang diselidiki. Dua dari tujuh kematian yang dilaporkan tidak digolongkan sebagai hepatitis akut.
Selain itu, kementerian terus mempelajari perkembangan hepatitis akut untuk menentukan apakah penularan dapat terjadi di antara orang dewasa.
Menurut juru bicara itu, tidak semua lokasi di Indonesia telah mencatat kejadian hepatitis akut dengan gejala parah. Namun, jika seorang anggota keluarga mengembangkan penyakit kuning, yang merupakan salah satu indikasi hepatitis berat, semua pihak wajib untuk lebih waspada.
Dia juga menggarisbawahi perlunya mengadopsi gaya hidup sehat, mengenali gejala hepatitis akut, dan menerima perhatian medis cepat untuk menghindari skenario kematian terburuk dalam keluarga, terutama anak-anak.