oklaro

oklaro

oklaro

oklaro

oklaro

oklaro

oklaro

oklaro

oklaro

oklaro

oklaro

Slot Gacor https://ojs.uscnd.ac.id/ https://lpm.uscnd.ac.id/ https://aplikasi.ppdu.ponpes.id/pon/ GB777 GB777 GB7771

Unas Gelar Kaleidoskop Riset Dosen Fisip dalam Kenormalan Baru Tahun 2021

  • Share

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Nasional, menutup rangkaian kegiatan akhir tahun dengan menyelenggarakan Kaleidoskop Riset Dosen FISIP UNAS Dalam Kenormalan Baru Tahun 2021. Ini merupakan salah satu gagasan yang dirancang menjadi terobosan baru bagi dunia akademis, dimana pandemi tidak saja membentuk kenormalan baru dalam berbagai sisi kehidupan manusia, tetapi juga mulai mengubah pendekatan penelitian sebagai basis kehidupan akademis.

Kaleidoskop Riset Dosen Dalam Kenormalan Baru Tahun 2021 ini dilaksanakan secara hybrib, yaitu melalu kegiatan on site yang diselenggarkan di Gedung Menara Unas, Ragunan, Jakarta Selatan dan melalui media zoom meeting dan live streaming. Kegiatan yang digelar pada hari Senin (20/12/2021) diikuti hampir 250 peserta, mulai dari dosen, mahasiswa, lembaga-lembaga yang telah melakukan kerjasama Unas dan dari kalangan media.

Kegiatan ini dimulai pukul 09.00, dengan acara pembukaan yang dilaksanakan oleh Wakil Rektor Bidang Akademik Kemahasiswaan dan Alumni Dr. Suryono Efendi, S.E., M.B.A., M.M. Dalam sambutannya, Dr. Suryono Efendi, S.E., M.B.A., M.M. menyatakan bahwa pandemi memang belum berakhir.
“Tetapi kita yakin bahwa setelah pandemi, akan terjadi perubahan-perubahan. Termasuk pembelajaran. Karena itu, tata kelola universitas harus dilakukan, terutama melalui modifikasi pengajaran melalui digitalisasi ke depan,” tegasnya.

Karena itu, tuntutan bagaimana strategi pembelajaran di era digital akan terus meningkat. Begitu juga penelitian. “Era penelitian juga sudah era digital. Apalagi, sudah menjadi kenyataan bahwa tidak ada satu keilmuan yang bisa menyelesaikan masalah. Karena itu perlu kolaborasi dan sinergitas dari seluruh pihak,” katanya.

Dr. Erna Ermawati Chotim, M.Si, Dekan FISIP Unas dalam paparannya sebagai keynote speaker menyatakan bahwa pandemi telah mengubah berbagai dimensi penting kehidupan manusia. “Tidak terkecuali pada bidang penelitian,” tegasnya.

Selama masa pandemi Covid-19, kalangan akademisi –termasuk pada bidang ilmu sosial dan politik– telah melakukan berbagai kajian. “Berdasarkan proses penelitiannya, situasi telah memaksa para akademisi untuk berpikir ulang tentang pendekatan, metode dan bahkan teknik pengumpulan data yang biasa digunakan dalam penelitian,” katanya.

Karena itulah, dalam situasi dimana jarak sosial diatur, maka peneliti kualitatif, etnografi, misalnya, akan menghadapi tantangan yang signifikan dalam mengakses sumber informasi. “Sebelum pandemi, teknologi lebih banyak berfungsi sebagai alat untuk membangun interaksi. Namun setelah pandemi, teknologi telah menjadi sangat dominan digunakan,” tegasnya.

Inilah salah satu isu penting dalam konteks, perlunya bagi kalangan akademik untuk mempertimbangkan bagaimana pendekatan metodologis yang berbeda, terutama dalam kerja-kerja lapangan ke depan.

Menurut Dr. Erna Ermawati Chotim, M.Si, pada situasi seperti ini diperlukan reformulasi atau redefinisi tentang apa itu penelitian lapangan. “Kita perlu duduk bersama untuk memahami “lapangan” itu apa? Bukan untuk menghilangkan, tapi memperkaya. Ini tantangan ke depan. Karena, situasi berubah, realitas berubah. Sehingga, tantangan juga berubah,” tegasnya.

Selanjutnya, salah satu peneliti yang memaparkan risetnya adalah Guru Besar Program Studi Ilmu Politik Universitas Nasional, Prof. Dr. Syarif Hidayat. Disampaikan bahwa transformasi digital dan urgensi aktualisasi tata kelola pemerintahan dalam menjawab tantang normal baru sudah menjadi hal yang nyata dihadapi saat ini. “Pertanyaan pokoknya, bagaimana aktualisasi tata kelola pemerintahan harus dilakukan dalam menjawab tantangan transformasi digital dan normal baru?” kata Prof. Syarif Hidayat.

Diungkapkan bahwa sejak diperkenalkannya Industry 4.0 di Hannover, sudah banyak literatur, yang sebagian besar banyak bicara soal teknologi dan perkembangan teknologi. Namun demikian, ada aspek penting lain di luar teknologi, seperti transformasi tata kelola negara relatif belum mendapat perhatian dari para peneliti.

“Di bidang politik dan kebijakan, sebagian besar literatur lebih pada perspektif mikro dan menegaskan bahwa ini lebih menjadi tugas yang harus diambil oleh pemerintah untuk memastikan industri. Tetapi, bagaimana transformasi tata kelola pemerintahan harus dilakukan untuk menjawab transoformasi digital, ini yang belum banyak dibahas,” katanya.

Dalam paparannya, Prof. Syarif Hidayat kemudian mengungkap tentang bagaimana transformasi digital dan anomy tata kelola pemerintahan bisa terjadi. Salah satunya adalah memetik pelajaran dari implementasi kebijakan penanganan dampak covid-19, dimana transformasi digital belum banyak dikerjakan.

Silang kebijakan antara puat dan daerah adalah salah satu bentuk anomy tata kelola pemerintahan. Begitu juga adanya asimetris data penerima bantuan sosial dampak covid-19. “Kalau transformasi digital dilakukan, harusnya kekacauan ini bisa diatasi,” katanya.

Situasi ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa secara teknis, teknologi digital belum dilakukan dalam mendukung proses pengambilan kebijakan. Menurut Prof. Syarif Hidayat, transformasi digital relatif belum diikuti oleh adanya aktualisasi pemerintahan. Inilah yang juga menjadi tantangan bagi penelitian di bidang ilmu politik.

Selanjutnya, beberapa peneliti dari Universitas Nasional memaparkan hasil penelitiannya. Diantaranya adalah Safrizal Rambe, S.IP, M.Si, Ketua Program Studi Ilmu Politik FISIP Unas, Dr. Ganjar Razuni, S.H, M.Si, Dosen Program Studi Ilmu Politik FISIP Unas. Selain itu, disampaikan pula proses penelitian terhadap petani di Karawang oleh Dr. A. F. Sigit Rochadi, M.Si, dosen Sosiologi FISIP Unas.

“Dari penelitian ini, saya melihat bahwa digitalisasi belum menyentuh masyarakat. Digitalisasi membutuhkan pendidikan tertentu dan pendapatan tertentu. Ssejauh penelitian masih meliputi masyarakat bawah, maka pemanfaatan teknologi masih belum bisa dilakukan,” katanya. Karena itulah, pada persoalan-persoalan seperti ini diperluka mix-method atau metode campuran.

Peneliti lain yang juga menyampaikan paparannya adalah Dr. Aris Munandar, M.Si, dosen Sosiologi FISIP Unas dan Adilita Pramanti, S.Sos, M.Si, Ketua Program Studi Sosiologi. Selain itu juga, disampaikan hasil riset oleh Dr. Aos Yuli Firdaus, M.Si, Wakil Dekan Bid Kemahasiswaan FISIP Unas, Dr. Irma Indrayani, M.Si, Ketua Program Studi Hubungan Internasional FISIP Unas, dan Dr. Hendra Maujana Saragih, M.Si, Dosen Program Studi Hubungan Internasional FISIP Unas.

Paparan hasil riset juga disampaikan oleh Dr. Ahmad Muksin, M.Si, Wakil Dekan Bid Akademik FISIP Unas, Dr. Rusman Ghazali, M.Si, dosen Program Studi Administrasi Publik serta Dr. Bhakti Nur Avianto, M. Si, Ketua Program Studi Administrasi FISIP Unas. Terakhir, paparan juga disampaikan oleh Drs. Adi Prakosa, M.Si, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Unas, Dian Metha Ariyanti, S.Sos, M.Si, dosen Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Unas dan Swastiningsih, S.E, M.Si, dosen Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Unas. (*)

  • Share