Dunia telah berubah dari era industri ke era digital. Hampir semua sektor dalam kehidupan ini tidak bisa menghindar dari perkembangan digital, khususnya memanfaatkan ponsel dan internet. Pandemi Covid-19 yang menyebar hampir ke seluruh dunia turut mempercepat proses digitalisasi itu.
Namun, di sisi yang lain, pintu keamanan siber menjadi semakin rentan untuk dibuka oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dalam Public Lecture yang digelar Universitas Insan Cita Indonesia (UICI) pada Sabtu (11/12/2021), Direktur Eksekutif Indonesia ICT Insitute Heru Sutadi mengatakan kejahatan siber dilakukan secara terorganisir.
Ia menyebut salah satu contoh pada kasus pembobolan rekening wartawan senior Ilham Bintang. Dalam kasus tersebut, Heru menyampaikan si pembobol memalsukan KTP, membajak kartu SIM telepon seluler, kemudian masuk ke rekening bank.
“Jadi dalam kasus, misalnya, Pak Ilham Bintang itu kita lihat dilakukan oleh bukan hanya satu orang tapi beberapa orang dengan tugas masing-masing berbeda-berbeda. Ada yang bertugas membobol akun banknya, ada juga yang mengambil simcardnya ke gerai operator, ada juga yang memalsukan KTP segala macam, kemudian juga tentunya ada yang membuka rekening bank kemudian rekening banknya ngambil begitu ya. Ini perlu menjadi catatan kita kejahatan siber yang terorganisir,” kata Heru.
Heru menyampaikan kejahatan siber merupakan bentuk kejahatan baru. Ada banyak modus yang dilakukan si penjahat. Seperti meminta data melalui email atau aplikasi pesan singkat, atau membuat link yang sudah dipasang malware sehingga ketika diklik perangkat kita akan dikuasi si penjahat siber.
Oleh karena banyak kasus kejahatan siber, Heru menekankan pentingnya perlindungan data pribadi. Mengutip Presiden Joko Widodo (Jokowi), ia menyampaikan saat ini data lebih berharga daripada minyak.
“Kita harus siaga menghadapi ancaman kejahatan siber, termasuk kejahatan penyalahgunaan data. Data adalah jenis kekayaan baru bangsa kita, kini data lebih berharga dari minyak,” kata Heru, mengutip Presiden Jokowi.
Pada kesempatan itu, Heru juga membagikan tujuh tips mengamankan data pribadi. Pertama, makin sedikit data pribadi yang di-share di media sosial, makin baik.
Kedua, buat kian sulit password yang digunakan untuk email dan akses akun media sosial. Secara berkala password harus diganti dengan kesulitan minimal sama.
Ketiga, jangan perna memberikan OTP pada siapapun. Keempat, gunakan double verification untuk transaksi. Kelima, waspada SIM swap yang membuat nomor SIM Card asli mati dan nomor baru dikuasai penjahat siber.
Keenam, berhati-hati dalam membuka attachment email atau link. Ketujuh, tidak mempublikasikan keberadaan secara real time.
“Nomor ponsel kita tidak lagi hanya sekedar nomor biasa, tapi merupakan pintu masuk segara aktivitas digital,” kata Heru.